Permendikbud No. 143/2014: Petunjuk Teknis Pengawas Sekolah

Permendikbud No. 143 Tahun 2014 mengatur hal-hal yang berkenaan dengan tugas pokok pengawas sekolah

Guna memperjelas penerapan Permen PAN dan RB No. 21/2010 dan Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala BKN No. 01/III/PB/2011, No. 6 Tahun 2011, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 143 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, beserta lampirannya yang merupakan satu kesatuan utuh.

Petunjuk Teknis ini menjadi pedoman bagi pengawas sekolah, pengelola pendidikan, Tim Penilai dan Sekretariat Tim Penilai, dan para pejabat pemangku kepentingan pendidikan, terutama berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah beserta penilaian angka kreditanya

Petunjuk teknis ini mengatur hal-hal teknis yang berkenaan dengan pengangkatan, bidang pengawasan dan beban kerja, kriteria pelaksanaan unsur utama dan penunjang, pengawasan akademik dan manajerial, pengembangan profesi, penilaian dan penetapan angka kredit,mekanisme dan prosedur kenaikan jabatan dan kenaikan pangkat, pembebasan sementara, pengangkatan kembali dan pemberhentian dari jabatan fungsional Pengawas Sekolah.

Menurut Permendikbud ini bahwa tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas pengawasan didaerah khusus.

Adapun Beban Kerja Pengawas Sekolah dalam melaksanakan tugas pengawasan adalah 37,50 jam perminggu di dalamnya termasuk penyusunan program pengawasan, pelaksanaan program pengawasan, melaksanakan evaluasi program pengawasan, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan/atau Kepala Sekolah/Madrasah di Sekolah/Madrasah binaan dengan sasaran diatur sebagai berikut:

  1. Untuk TK/RA paling sedikit 10 satuan pendidikan;
  2. Untuk SD/MI paling sedikit 10 satuan pendidikan;
  3. Untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK paling sedikit 7 (tujuh) satuan pendidikan dan/atau paling sedikit 40 (empat puluh) guru;
  4. Untuk Sekolah Luar Biasa paling sedikit 5 (lima) satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) guru;
  5. Pengawas Bimbingan dan Konseling paling sedikit 40 (empat puluh) guru Bimbingan dan Konseling;
  6. Pengawas Rumpun Mata Pelajaran/mata pelajaran Agama dan Pengawas Sekolah Muda untuk TK dan SD paling sedikit 60 (enam puluh) guru, untuk SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK paling sedikit 40 (empat puluh) guru;
  7. Pengawas Sekolah yang bertugas di daerah khusus paling sedikit 5 (lima) satuan pendidikan lintas jenis dan jenjang satuan pendidikan.

Pengawas Sekolah yang belum memenuhi ketentuan beban kerja karena kondisi tertentu (misalnya jumlah pengawas yang ada belum memenuhi seluruh mata pelajaran) dapat memenuhi kekurangannya dengan: (1) melaksanakan tugas pengawasan pada mata pelajaran/rumpun, jenis dan jenjang pendidikan yang berbeda; (2) mutasi ke daerah lain yang masih kekurangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sementara dalam hal jumlah Pengawas Sekolah tidak mencukupi sedangkan jumlah sekolah yang diawasi cukup banyak, maka dapat diberikan tugas melebihi dari jumlah sekolah yang seharusnya diawasi.

Berkaitan dengan pengaturan bidang dan sasaran pengawasan bahwa dalam kondisi jumlah sekolah dan guru sebagai sasaran pengawasan kurang dari yang ditetapkan, maka dapat dilakukan pengawasan akademik secara lintas tingkat satuan dan jenjang pendidikan. Sementara, dalam kondisi jumlah Pengawas Sekolah lebih dari yang ditetapkan, dilakukan pembagian ruang lingkup/materi pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.

Contoh:

Drs. Akhmad Sudrajat, M.Pd. dan Drs. Didi Suknadi, M.Pd. adalah dua orang Pengawas Sekolah yang berasal dari daerah dengan kondisi kelebihan Pengawas Sekolah. Drs. Akhmad Sudrajat, M.Pd. melakukan pengawasan manajerial dalam penyusunan Rencana Kerja Sekolah yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 dan Drs. Didi Suknadi, M.Pd. melakukan pengawasan/pendampingan dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan penilaian juga pada SMA Negeri 3 tersebut.

Selengkapnya isi Permendikbud No. 143 Tahun 2014  dapat diunduh melalui tautan di bawah ini:

===================

Tugas Koordinator Pengawas Sekolah

Untuk memudahkan koordinasi antar sesama pengawas sekolah dan antara pengawas sekolah dengan dinas pendidikan, maka perlu dipilih Koordinator Pengawas Sekolah (Korwas)

Untuk memudahkan koordinasi antar sesama pengawas sekolah dan antara pengawas sekolah dengan dinas pendidikan, maka perlu dipilih seorang koordinator yang disebut dengan Koordinator Pengawas Sekolah.

Koordinator Pengawas Sekolah adalah Pengawas Sekolah yang dipilih oleh Pengawas Sekolah semua jenis dan jenjang pendidikan di lingkungan dinas pendidikan, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.

Adapun tugas dan wewenang Koordinator Pengawas adalah:

  1. Melakukan pengaturan tugas Pengawas Sekolah.
  2. Mengkoordinasikan seluruh kegiatan Pengawas Sekolah.
  3. Memberi pertimbangan dalam proses penetapan angka kredit Pengawas Sekolah sebagai bahan usulan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota.
  4. Melaporkan kegiatan pengawasan sekolah seluruh jenjang pendidikan setiap tahun secara berkala.
  5. Mengusulkan hasil penilaian pelaksanaan kinerja para Pengawas Sekolah kepada Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.
  6. Untuk efektifitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya, maka koordinator pengawas dalam mengkoordinasikan tugasnya dapat dibantu oleh pengurus Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) dari setiap jenis dan jenjang pendidikan. (Permendikbud No. 143 Tahun 2014)

Dari rincian tugas dan wewenang Koordinator Pengawas di atas, inti dari tugas seorang Koordinator Pengawas Sekolah terletak pada nomor 1 dan no 2, yaitu melakukan pengaturan tugas Pengawas Sekolah dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Pengawas Sekolah.

Tugas mengatur menunjuk pada aktivitas agar para pengawas sekolah dapat melaksanakan tugasnya secara tertib dan rapi, sedangkan tugas mengkoordinasikan menunjuk pada kegiatan untuk mensinkronkan dan mengintegrasikan seluruh kegiatan Pengawas Sekolah agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan.

Permendikbud No. 143 Tahun 2014 telah mengisyaratkan bahwa syarat  menjadi Koordinator Pengawas Sekolah adalah memiliki sikap, pengetahuan, keterampilan dalam manajemen sekolah dan kepemimpinan bidang pendidikan serta menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Dengan terpenuhinya persyaratan di atas, khususnya berkaitan dengan persyaratan tentang kemampuan manajemen dan kepemimpinan bidang pendidikan, diharapkan segala upaya untuk mengatur dan mengkoordinasikan tugas dan kegiatan pengawas sekolah dapat berjalan optimal, sehingga pada gilirannya kegiatan pengawasan pendidikanpun dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dan daerahnya masing-masing.

Bagaimana Manajamen dan Kepemimpinan Koordinator Pengawas Sekolah yang baik? Mari kita diskusikan lebih lanjut melalui forum komentar di bawah.

Paradigma Baru Manajemen Pendidikan

Spanbauer (Uhar Suharsaputra, 2015) menegaskan tentang pentingnya upaya mengembangkan paradigma baru dalam manajemen pendidikan, menggantikan paradigma lama ..

Di tengah-tengah suasana pendidikan yang terus bergerak dinamis, –terutama dipicu oleh tuntutan dan tantangan kehidupan global yang amat kompleks,- maka mau tidak mau pendidikan harus dikelola (di-manage) sejalan dengan tuntutan perubahan yang ada, baik pada level makro, messo maupun mikro.

Pada level manapun, saat ini pendidikan tampaknya tidak mungkin lagi dikelola secara konvensional, dengan hanya mengandalkan pada cara-cara yang biasa, sebisa-bisa sesuai kebiasaan, tetapi harus dikelola secara adaptif, kreatif dan inovatif agar tidak punah termakan oleh tuntutan dan tantangan jaman.

Untuk itulah, Spanbauer (Uhar Suharsaputra, 2015) menegaskan tentang pentingnya upaya mengembangkan paradigma baru dalam manajemen pendidikan, menggantikan paradigma lama yang dianggap usang. Adapun kunci perbedaaan antara  manajemen pendidikan paradigma lama dengan paradigma baru dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Paradigma Lama
Paradigma Baru
Struktur organisasi hierarkis dan berlapis.
Struktur organisasi bersifat horizontal.
Fokus pada manajemen dan kontrol atas pegawai, sistem dan pelaksanaan kerja.
Fokus pada keterampilan kepemimpinan, seperti: pemberdayaan, keterlibatan dan memampukan.
Sebagian besar keputusan dibuat tanpa masukan dari pegawai.
Manajer/pimpinan aktif mempromosikan kerja tim dan pemecahan masalah dalam unit kerjanya.
Rencana dan anggaran dikembangkan/ disusun oleh beberapa orang pada level puncak.
Individu di setiap tingkat organisasi terlibat dalam proses perencanaan dan dilakukan survei untuk mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas.
Rencana dikembangkan dan dibagikan pada staff (top-down).
Rencana operasional departemen terkait/ tak terpisahkan dari penganggaran sumber daya.

Sumber:

Uhar Suharsaputra. 2015. Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi: Strategi Menghadapi Perubahan. Bandung: Refika Aditama.

Refleksi:

Apakah di sekolah Anda sudah menerapkan manajemen pendidikan dalam Paradigma Baru?