Aneka Komentar Seputar Kasus Sandal Jepit

Aneka Komentar Seputar Kasus Sandal Jepit: Hari-hari belakangan ini hampir semua media massa kita banyak dihiasi dengan pemberitaan seputar kasus peradilan AAL…

Hari-hari belakangan ini hampir semua media massa kita banyak dihiasi dengan pemberitaan seputar kasus peradilan AAL, seorang siswa yang masih berusia belia, terpaksa harus berhadapan dengan pangadilan gara-gara tersandung kasus pencurian  sandal milik Anggota POLRI. Pengadilan yang menyidangkan kasus ini pun telah memutuskan bahwa terdakwa AAL dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana.

Kasus Sandal Jepit

Kasus yang menimpa AAL ini telah menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi sorotan publik.  Banyak kalangan menyesalkan proses hukum atas kasus Sandal Jepit ini, apalagi terdakwa masih remaja dan bersekolah.

KPAI, lembaga yang selama ini gigih memperjuangkan hak-hak anak di negeri ini, akhirnya bergerak membangun Gerakan 1000 Sandal Keadilan. Mungkin karena terpicu oleh adanya Gerakan 1000 Sandal Keadilan inilah,   wacana, komentar, tanggapan  dan pemberitaan tentang Pengadilan Kasus Sandal Jepit ini semakin menggelembung.

Bahkan, sejumlah media internasional pun ikut memberitakan kasus ini.  The New Zealand Herald, memuat berita berjudul, “Indonesia’s new symbol for injustice: Sandals” atau “Simbol ketidakadilan di Indonesia: Sandal”.  Berita senada juga dimuat  Washington Post, Boston Globe, Hindustan Time, dan CTV Winnipeg. Mereka juga menyoroti soal diskriminasi hukum yang terjadi di Indonesia.

Berikut ini saya cuplikan beberapa komentar, terkait dengan kasus “Sandal Jepit” ini .

Dr. Lahargo Kembaren SpKJ, psikiater dari Universitas Indonesia mengatakan kasus yang menimpa AAL l dapat berdampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak. “Mungkin masuknya hukuman tersebut ingin mendidik, namun yang terjadi adalah hak anak sudah dirampas. Belum pasti, anak itu yang mengambil. Saya kira masih banyak cara lain yang lebih positif untuk mendidik anak,” paparnya. Dia mengatakan, penegakan hukum memang harus dilakukan. Namun bila yang menjadi tersangka adalah seorang anak, maka perlu memperhatikan perkembangan psikologisnya. Menurut Lahargo, kejadian ini bisa menimbulkan gangguan stres akut dengan gejala perubahan perilaku yang cenderung pendiam, halusinasi, dan ketakutan yang berlebihan. Pada kondisi ini, peran keluarga sangat dibutuhkan untuk selalu mendukung dan mendampingi anak agar tidak terjadi depresi. [http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2012/01/03/gaung-solidaritas-sendal-jepit-di-depok]

=========

Imam Prasodjo, Sosiolog dari Universitas Indonesia mengatakan hukuman yang diberikan kepada Nenek Minah dan AAL itu menggambarkan bahwa proses hukum yang mati dari tujuan hukum itu sendiri. Hukum, kata dia, hanya mengikuti aturan formal, tidak memperhitungkan subtansi dan hati nurani. “Ancaman lima tahun dan vonis 1,5 tahun itu, bukan masalah Jaksa, Polisi, atau Hakim saja. Tapi mereka semua telah melakukan kesesatan kolektif. Meskipun banyak protes dari masyarakat, mereka masih juga memproses dan memutuskan sesuatu secara tidak sedikitpun ada kesadaran dan evaluasi,” kata Imam.

=========

Soetandyo Wignjosoebroto, Sosiolog,  mengatakan hal serupa. Hakim kini dinilainya terlalu legalistik terhadap putusan bersalah rakyat kecil. Hakim tidak mampu memahami arti dan makna sekaligus kearifan yang terkandung dalam aturan hukum. [http://nasional.kompas.com/read/2012/01/06/09445281/Kejamnya.Keadilan.Sandal.Jepit.]

=========

Jazuli Juwaini, Politisi PKS dan Anggota DPR RI, menyesalkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah yang memvonis bersalah terdakwa pencurian sandal jepit, AAL. Walaupun bentuk hukumannya adalah mengembalikan pembinaan anak pada orang tuanya, namun vonis bersalah itu akan mempengaruhi psikologis anak dalam waktu lama bahkan seumur hidup.  Stigma pencuri akan terus melekat pada diri anak tersebut. Menurut Jazuli, seharusnya masalah ini tidak sampai ke pengadilan dan kasus ini termasuk kriminalitas ringan. Apalagi ternyata dari proses persidangan mulai dari bukti-bukti yang ada, kesaksian dua rekan AAL, reka adegan, hingga proses pelaporan tidak menunjukkan secara langsung bahwa AAL adalah pencuri sandal Briptu AR, anggota Brimob Palu. [http://www.tribunnews.com/2012/01/05/vonis-bersalah-aal-bisa-mengahntuinya-seumur-hidup]

=========

Salim Segaf Al Jufri. Menteri Sosial,  mengatakan hukuman bersalah yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Palu terhadap AAL, bocah terdakwa kasus pencurian sandal jepit, dinilai tidak manusiawi. Menurut dia,  terdakwa AAL yang masih berusia 15 tahun tidak seharusnya diberi hukuman pidana. [http://www.berita8.com/read/2012/01/05/2/51599/Mensos-:-Kasus-Sandal-Jepit-Tidak-Manusiawi–]

=========

Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri. Kebenaran dan keadilan di Indonesia sangat lemah. Hukum itu sendiri sudah bertentangan dengan rasa kebenaran dan keadilan.

=========

Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU,  Negara harus bisa lebih peka terhadap berbagai kasus yang menimpa rakyat kecil. Negara,  harus mempunyai rasa keadilan yang besar terhadap rakyatnya karena masalah keadilan bukan hanya dalam konteks hukum, tapi juga harus ada hati nurani dan perasaan. “Negara ini harus punya sense keadilan untuk rakyatnya. Keadilan bangsa ini sudah sakit,” kata Said Aqil. [http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=229675:susno-duadji-harus-ada-kepekaan-hati-urani&catid=77:fokusutama&Itemid=131]

=========

Kak Seto, Psikolog dan Penggiat Hak  Anak, yang secara langsung menghadiri vonis persidangan kasus ini mengatakan: “Saya menduga dari kronologi pemrosesan hukum ini ada semacam dendam dari pihak kepolisian setempat,” Usai vonis ini, Kak Seto bakal melaporkan majelis hakim yang mengadili AAL. Pasalnya, keputusan yang diambil mencerminkan perlakuan tak sesuai ketentuan pemberlakuan hukum terhadap anak. Di sisi lain, Kak Seto khawatir stigma sebagai pelaku pencurian akan menciderai psikologis AAL sepanjang hayatnya. “Memang benar nantinya vonis ini berimplikasi mengembalikan pembinaan anak pada orang tuanya. Tapi, stigma mencuri secara diam-diam dan merugikan orang lain itu akan memperburuk kondisi kejiwaan AAL,” papar Kak Seto. [http://id.berita.yahoo.com/terdakwa-kasus-sandal-jepit-terbukti-bersalah-003021057.html]

=========

Tentu,  masih banyak komentar lainnya  dalam  perspektif yang beragam.  Sebagai pendidik, apa pandangan Anda terhadap kasus ini dan bagaimana implikasinya terhadap pendidikan?

Penulis: AKHMAD SUDRAJAT

[Ayah dari dua orang puteri: Ditta Nisa Rofa dan Nourma Fitria Sabila]

26 tanggapan untuk “Aneka Komentar Seputar Kasus Sandal Jepit”

  1. Gurunya… Siapa saja yang pernah mendidiknya, apakah pernah memberikan suatu penekanan pada peserta didiknya agar JANGAN MENCURI, apapun alasannya… Sebuah sikap yang harus ditekankan pada peserta didik kita… Tapi, jika melihat “potret Indonesia” yang kemudian menjadi inspirasi bagi AAL…. Kira-kira siapa yang salah ya?

  2. SEBENARNYA DALAM HUKUM KITA,BELUM MENAMPAKKAN ARTI HUKUM SEBENARNYA DAN KURANG MENGEDEPANKAN NILAI KARAKTERBANGSA YANG SANTUN,MENGEDEPANKAN KEADILAN TAPI YANG TERJADI ADALAH KORUPTOR YANG MAKAN UANG NEGARA TRILIYUNAN AJA BISA BEBAS TAPI MENCURI SANDAL JEPIT BISA MASUK PENJARA.

  3. Hukum d negri kita tdk hanya BUTA MATA tapi juga BUTA HATI !!! sudah banyk rakyat jelata yg d permainkan olh hukum negri kita, yg KAYA pasti JAYA yg MISKIN pati TERGELINCIR!!! itulh hukum yg ada d negara kita.

  4. wakil rakyat yang seharusnya menyuarakan suara rakyat kecil, keliatannya membungkam suara kaum marginal. Kasus sandal jepit ini menjadikan citra hukum di bangsa ini sebagia pemangsa rakyat. ironis, sandal jadi simbol keadilan.

Komentar ditutup.