Oleh: Juli Wahyu Pari Dunda, S.Pd., M.Si.,(Ketua MKPS SMA Jabar)
Pernyataan Nadiem Makarim, Mendikbud tentang penghapusan Ujian Nasional (UN) merupakan satu dari empat kebijakan yang disampaikannya ketika bertemu dengan Komisi X DPR RI.
Kebijakan yang dilontarkannya ini langsung diapresiasi serta antusias oleh masyarakat luas.
Ini merupakan babak awal dari kebijakan yang diambilnya, dan masih ada babak lainnya yang bisa dibilang sangat berani.
Penghapusan UN bertujuan untuk mengembalikan marwah sekolah sebagai lembaga yang memiliki otonomi untuk menentukan kelulusan siswa didiknya.
Dengan demikian, guru akan memilki wibawa dan peran sentral yang menentukan masa depan siswa didiknya. Seperti pepatah mengatakan “Guru Digugu dan Ditiru”.
Menurut hemat saya kebijakan yang diambil Mas Menteri ini merupakan terobosan untuk merestorasi pendidikan menuju Pendidikan Indonesia Maju dan Berkualitas.
Kita percaya bahwa program yang bagus untuk kemaslahatan pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik tanpa dukungan dari berbagai unsur.
Pemerintah dan masyarakat, institusi juga pengawas harus bersinergi.
Saya meyakini Mas Menteri akan memberi perhatian terhadap pengawas sebagai ujung tombak dan mitra dalam pembangunan pendidikan di Indonesia.
Hal ini tidak boleh diabaikan karena pengawas sebagai mitra, merupakan guru terpilih dan kepala sekolah terbaik.
Mas Menteri belum terlalu familiar dengan istilah pengawas. Dan ini menjadi PR bagi para pengawas untuk mengusung dan memperkenalkan jati diri kepengawasannya sehingga tampak kontribusinya dalam peningkatan mutu pendidikan.
Terlepas dari itu semua, pengawas sekolah harus segera melakukan perubahan dalam cara kerjanya. Kalau yang biasanya sebagai regulator dan pengatur manajerial dan akademis, kini berubah menjadi mitra dan konsultan pendidikan yang lebih bersifat melayani, dalam pendampingan kepala sekolah, guru, siswa dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama mewujudkan pendidikan berkualitas dan berkarakter
Posisi pengawas dalam dinamika perubahan kebijakan pendidikan, pembelajaran, yaitu:
-
Melakukan pendekatan sistem terhadap sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasi, memiliki personalitasnya masing-masing, karakter dan budaya yang dibentuk oleh interaksi kinerja anggota organisasi sekolah tersebut.
-
Basis pengawasan adalah kinerja organisasi sekolah sebagai pengawas sekolah yang sigap melihat dan membantu desain organisasi sekolah agar kinerja kepala sekolah sinergi dengan kinerja guru. Karena, kinerja individu kepala sekolah yang baik tak menjamin kinerja akademik guru baik, jika tak terintegrasi dalam sistem interaksi organisasi sekolah yang koheren dan partisipatif.
-
Faktor sumberdaya kependidikan di sekolah perlu dibantu dalam memberikan pelayanan bagi proses interaksi edukatif di sekolah. Semua ini esensi apabila posisi pengawas ingin kuat dalam pembangunan pendidikan di sekolah. Mungkin peran pengawas jadi sistemik. Bersifat konsultatif, supportif dan pemberdaya sistem organisasi sekolah, yang komponen utamanya manajemen dan akademik pembelajaran.
Implikasi pada penguatan kompetensi pengawas, diantaranya:
-
Perluasan dan pendalaman teori tentang sistem dan pengembangan organisasi.
-
Pendalaman sistem manajemen mutu.
-
Pendalaman tentang perilaku organisasi dalam mengelola dan membangun budaya dan iklim sekolah yang kondusif, relevan dan kontekstual.
Dengan dihapusnya Ujian Nasional (UN), dan kelulusan ditentukan oleh sekolah, maka secara langsung harkat martabat Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah dan Guru terangkat. Kepala sekolah dan guru memiliki nilai tawar tinggi, disegani serta akan memiliki pencitraan yang positif di masyarakat.
Sumber: Majalah Sora