Oleh: Depdiknas
1. Pengertian Sekolah Standar Nasional
Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing (Chandramohan, 2006).
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri.
Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.
2. Karakteristik Sekolah Standar Nasional
Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester. Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal yang meliputi :
a. Dukungan Internal:
- Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.
- Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.
- Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.
- Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir. (e) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan Layananan bimbingan karir
b. Dukungan Eksternal
Untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS.
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
============
Saya sangat setuju sistem SKS diterapkan, jadi peserta didik/siswa yang berkemampuan lebih cepat tidak harus berlama-lama menunggu teman yang rata-rata atau lambat. Itulah namanya menghargai keragaman peserta didik. tapi sayangnya masih sangat sedikit satuan Pendidikan atau sekolah yang menerapkan sistem SKS. Masalah lain adalah bila peserta didik selesai SMA dalam waktu 2,5 tahun, mereka harus menganggur dulu selama setengat tahun karena kurikulum SMA tidak match dengan kurikulum perguruan tinggi sebagai tempat belajar lanjutannya..
sebenarnya semuanya itu bisa diakukan, akan tetapi seperti yang dikatakan kaum yahudi, “sebelum memikirkan sebuah teori pikirkanlah dulu masalah perutmu”,,,hehehehehe
Sekolah sekolah banyak mencetak orang orang gagal masuk surga, sekali lagi gagal…….
Oh..begitu ya SSN..
jadi nambah ilmu nih..
Saya sependapat dengan komentar Pak Kornelius tentang munculnya kebohongan berantai dalam dunia pendidikan.
Kebohongan berantai itu sampai-sampai merambah kedalam hasil ujian nasional. Bayangkan saja, apa yang terjadi kalau orangtua sampai menyangsikan dan tidak bangga terhadap nilai tinggi yang diperoleh anaknya. Bahkan guru pun banyak yang tidak berani merasa bangga terhadap siswanya yang memperoleh nilai 10.
Kebohongan berantai ini sampai pada ujung tombak pelaksana pendidikan, yaitu guru yang bertindak sebagai pengawas silang pelaksanaan ujian yang bersikap “bermata tapi tak melihat”.
Hal ini terjadi karena terdapat kekhawatiran dari berbagai pihak bila mana banyaknya siswa yang tidak lulus karena tidak tercapainya nilai batas lulus yang di tetapkan oleh BSNP.
Jadi orang tua pun bingung saat ini, mau disekolahkan kemana anaknya. Apakah kesekolah yang berstandar Internasional, berstandar Nasional, atau yang belum berstandar apa pun yang notabende semua jenis standar sekolah tersebut mengikuti ujiannya bertaraf nasional?
masa iya, sekolah yang berstandar Internasional ujiannya sama dengan sekolah yang belum berstandar apapun.. Lucukan? hehehe….
Keren komentar pak Kornelius + pak Krabil.
Siapa yg memberikan akreditasi SSN ini apakah dari depdikbud atau LSM, apakah penilaian sudah benar-benar jujur atau masih cukup dengan akal2an dan amplop saja ?
Tolong lebih lengkap dikupas tentang kriterianya, misal
– Berapa ukuran lapangan bermain minimalnya ? apakah 3×3 sudah cukup atau berapa ?
– Lapangan olah raga apa yg mesti dimiliki ? Apakah lapang sepakbola atau cukup lapang pingpong ?
Kalau masalah nilai UN masih susah dinilai kemurniannya karena di beberapa daerah ada sekolah yg beberapa muridnya sering tidak masuk sekolah (bolos) dan hampir DO tetapi mendapat nilai rata2 yg lebih tinggi dari rata2 nilai sekolah lain yg notabene kehadiran dan prestasi hariannya lebih bagus.
Ada kecurigaan nilai di katrol untuk meningkatkan performa sekolah.
Alhamdulillah berkat dukungan pemerintah dan semua pihak sudah bermunculan sekolah-sekolah RSSN, SSN, Sekolah Model, RSBI,……………………….. dan kalau bisa standarnya sampai ke Akherat ……………………..he..he….he…………………………………..
Betul dak pak Zul……
Alhamdulillah berkat dukungan pemerintah dan semua pihak sudah bermunculan sekolah-sekolah RSSN, SSN, Sekolah Model, RSBI,……………………….. dan kalau bisa standarnya sampai ke Akerat ……………………..he..he….he………………………………………