Mekanisme Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah

Mekanisme Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah: Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun,

Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.

Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.

Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.

Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

mekanisme-penanganan-siswa-bermasalah

Mekanisme penanganan siswa bermasalah

Dengan melihat gambar di atas, kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi.

Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas menyatakan untuk kasus demikian, siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dari dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus dikeluarkan dari sekolah.

Perlu digarisbawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru BK/Konselor yang harus mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana tampak dalam bagan berikut :

Tingkatan masalah siswa berserta mekanisme penanganannya

  1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.
  2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakankonferensi kasus.
  3. Masalah (kasus) berat,seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

Penulis: AKHMAD SUDRAJAT

[Ayah dari dua orang puteri: Ditta Nisa Rofa dan Nourma Fitria Sabila]

37 tanggapan untuk “Mekanisme Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah”

  1. permasalahan yg timbul pada diri anak/siswa sbg akibat dr kesalahan persepsi di antara guru BK maupun para guru bhkan waka kesiswaan dan kepsek itu sendiri. mis: sesuai tatib yg ada di sekolah bhw apbl siswa melanggar peraturan yg berat seperti hamil di luar nikah atau jd bandar narkoba. mk pada poin tsb sesuai tatib yg ada dikeluarkan dr sekolh namun dr pihak kepsek sering berbelok arah . inilah yg mengakibatkan sering terjadi benturan antar pengurus maupun pemangku sekolah, sehingga permasalahn siswa di sekolah selalu trulang kembali sbg akibat dr kebijakan yg ganda.

  2. Anak saya tidak pernah berbuat ulah di sekolah,skrg anak sy sekolah di tasik sblmnya pernah sekolah di maluku krn ada mslh klrg sy membawa anak2 sy dan sekolain di tasik,skrg yg jd mslhny suami adik ay kerja di kantor diknas dia kerja sama dgn kepsek di maluku agar anak sy jgn keluarin dr sekolah krn pengaruh benci sm sy iapun menjadikan anak sy jd korban,mohon solusinya.

  3. untuk mencetak generasi yang berkarkater harus ada kerjasama antara sekolah dan orangtua

  4. Ada 6 anak sma nsa surabaya di keluarin gara” bertengkar, padahal mereka sudah berdamai dengan korban dan kejadian itu terjadi di sekolah dan mereka tidak menggunakan senjata tajam. Menurut saya keputusan itu tidak layak karena sekolah tersebut belum pernah memberikan pembinaan apapun dan langsung mengeluarkan siswa” tersebut.

  5. Tanggapan Sdr. Mursila terlalu ekstrim. Kalau cuma melakukan pelanggaran berat/sedang/ringan terus murid dikeluarkan, tanpa melihat duduk persoalannya dan memilah-milah pelanggaraannya, itu namanya otoriter. Apakah otoriterisme masuk dalam lembaga pendidikan di Indonesia ? Namanya saja lembaga pendidikan. Fungsinya untuk mendidik anak bangsa ini agar memiliki pendidikan sebagaimana yg dicita-citakan para pembuat kebijakan pendidikan di Indonesia. Para pemangku kebijakan didunia pendidikan kita seharusnya memiliki sifat kebapakan atau keibuan didalam mendidik putra-putri bangsa dengan penuh kesabaran. Jangan murid salah, keluarin. itu mah otoriter namanya. SEandainya itu anaknya diperlakukan seperti itu bagaimana perasaannya ?

  6. pendekatan yg berbelit-belit.
    menurut saya komite dan orang tua siswa harus dilibatkan dalam pembuatan aturan sekolah, setelah itu sekolah tinggal melaksanakan aturan.
    indonesia semakin bobrok karena terlalu banyak toleransi.
    dengan toleransi itulah siswa tidak ragu untuk membuat masalah, kan nanti diberikan toleransi lagi.
    indonesia dalam masalah karena tidak ada konsistensi dan ketegasan.

Komentar ditutup.